MOBIL ESEMKA (mobil bobrok buatan indonesia yang gagal)
Heboh soal mobil Esemka berawal ketika Walikota Surakarta, Joko Widodo (Jokowi) menjadikan mobil Esemka hasil rakitan siswa-siswa SMK sebagai mobil dinas. Namun tindakan ini dianggap ceroboh oleh sebagian orang termasuk Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo.
Pejabat harus memberikan teladan baik dalam mengambil keputusan. Pejabat mengambil keputusan harus dengan berbagai pertimbangan yang matang dari berbagai sisi. Tidak diperkenankan seorang pejabat mengambil keputusan secara sembrono hanya karena ingin cari muka dan popularitas.
Bangga itu boleh. Bangga bahwa anak-anak kita bisa berkarya luar biasa. Tapi kebanggaan itu yang terukur dong. Lha ini belum apa-apa, teruji saja belum kok sudah ada yang berani pasang pelat nomor (untuk kendaraan dinas -red). Sembrono itu namanya. Kalau nanti sampai nabrak kebo gimana. Tidak usah cari muka lah
Kenyataanya setelah heboh digembor-gemborkan tentang mobil esemka ternyata tidak lolos dalam pengujian emisi.tidak seperti berita heboh kemarin saat mobil esemka baru dikeluarkan
Kegagalan melewati uji emisi ini merupakan bagian dari proses, bukan akhir. Ya memang masih ada yang harus dibenahi, tidak ada masalah, menanggapi tidak lolosnya mobil Esemka melewati uji emisi.
Sebelumnya, mobil Esemka Rajawali rakitan siswa-siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) menjalani uji emisi di Balai Termodinamika Motor dan Sistem Propulsi (BTMP) Tangerang dan dinyatakan tidak lolos dalam uji tersebut.
Menurut Wirawan, faktor penyebab kegagalan melewati uji emisi banyak, namun yang paling berpengaruh sebenarnya kualitas pembakaran mesin yang belum sempurna sehingga menghasilkan gas buang yang belum memenuhi standar lingkungan.
Berkaitan dengan kesempurnaan pembakaran mesin, kata dia, dipengaruhi, salah satunya oleh tingkat kepresisian komponen utama mesin untuk pembakaran, seperti piston, ring piston, dan silinder blok yang memang harus presisi.
"Ini berkaitan dengan teknologi mesin, terutama ruang bakar. Komponen-komponen mesin memang harus sangat presisi untuk menghasilkan pembakaran yang sempurna," kata pengajar Fakultas Teknik Unnes tersebut.
Namun, kata pria yang pernah menangani proyek mobil Arina, prototipe mobil kecil Unnes itu, bisa jadi faktor kelistrikan yang memengaruhi pembakaran, jika memang komponen-komponen mesin sudah dibuat dengan sangat presisi.
Ia menjelaskan, mobil yang akan menjalani uji emisi sebenarnya harus produk yang belum pernah dipakai, dalam artian benar-benar 'fresh' dari pabrik, sebab hasilnya akan berbeda jika mobil sudah digunakan.
"Karena itu, saya menyayangkan kenapa mobil Esemka yang mau diuji emisi itu dinaiki dari Solo ke Tangerang. Mestinya, mobil yang diuji itu belum dipakai jarak jauh sehingga komponen-komponen mesinnya masih presisi," katanya.
Kepresisian komponen mesin dipengaruhi juga dari faktor pemakaian dan perawatan, kata dia, karena itu biasanya pabrikan menggunakan mobil yang benar-benar 'fresh' untuk diuji sehingga hasilnya memang lebih bagus.
Mobil-mobil bermerek yang sudah lulus uji emisi, kata dia, jika sudah dipakai dalam kurun waktu tertentu diuji emisinya belum tentu lolos, kemungkinan efek pemakaian jarak jauh mobil Esemka itu juga memengaruhi.
Ia mengatakan, melihat sejarah kemunculan mobil nasional di negara-negara lain, kegagalan melewati uji emisi hal biasa dan disikapi dengan pengembangan dan penyempurnaan teknologi sebelum diuji emisi kembali.
"Kalau dilihat prosesnya, misalnya dari A-Z, mobil Esemka ini masih sampai Y. Karena itu, kegagalan uji emisi harus menjadi pelecut semangat untuk memperbaiki kinerja pembakaran mesin agar hasilnya bagus," kata Wirawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar