Sabtu, 03 Desember 2011

Membandingkan dua buah koran antara kompas & poskota


Kali ini saya kan membandingkan penulisan yang terdapat pada 2 buah koran yang beredar di Indonesia.Kali ini saya akan menggunakan pengambilan koran elektronik yaitu Koran Kompas dan Koran Poskota.

Berita pertama sebagai berikut :

 KOMPAS.com — Butuh perjuangan panjang hingga pengobatan alternatif diterima dunia medis. Putu Oka Sukanta memulai perjuangan itu ketika belajar akupunktur atau tusuk jarum di Penjara Salemba. Kini, rumah sakit pun menggunakan cara akupunktur sebagai upaya penyembuhan.

Sebagai tahanan politik, ia memanfaatkan senar gitar halus untuk mengganti jarum dan kemudian mengembangkan teknik akupresur atau akupunktur tanpa jarum. Sepuluh tahun di penjara sejak 1967, Putu mengembangkan teknik-teknik baru akupresur dengan pijatan jari. Kini, ratusan orang sudah belajar dari keahliannya, dan buku teori serta praktik pijat akupunktur yang disusunnya telah diadopsi Kementerian Kesehatan.

Persentuhan Putu dengan dunia medis diawali ketika ia mulai menularkan keterampilan akupresur kepada masyarakat, dan terlibat di Puskesmas Ragunan, Jakarta Selatan. Dari Ragunan, akupresur kemudian dikenalkan juga ke pihak puskesmas di Duren Sawit, Petamburan, dan Pondok Kelapa.

Pada tahun 1990-an, kegiatan yang dijalankan Putu melalui Yayasan Pengobatan Tradisional Indonesia (Yaptri) ini dinyatakan aman oleh Departemen Kesehatan. Bahkan, Departemen Kesehatan membuat program pelatihan dan pengembangan akupresur untuk kader kesehatan desa dan tenaga kesehatan.

Akupresur mudah dipelajari karena tidak membutuhkan jarum, dan kurikulumnya cukup singkat. Akupresur bisa dimanfaatkan untuk penyembuhan diri (self healing), terutama untuk penyakit ringan, seperti mual dalam perjalanan, sakit kepala ringan, dan susah buang air besar.

Putu juga mengajarkan ilmu akupresur ini di tujuh penjara di Jakarta, terutama untuk peningkatan daya tahan tubuh bagi pasien HIV/AIDS. Saat ini, Lembaga Pemasyarakatan Cipinang dan LP Salemba juga sudah memiliki klinik akupresur yang dijalankan warga binaan. "Minat masyarakat sangat tinggi karena akupresur aman," ujar Putu.

Ramai-ramai belajar

Kini, sejumlah rumah sakit, seperti CD Bethesda di Klitren, Yogyakarta, membuka klinik akupunktur dan akupresur. Mariskoti (48) adalah salah satu pasien terapis akupunktur Henri Zakharia (24) di CD Bethesda. Selama 30 menit, kabel-kabel listrik dari sebuah kotak kecil yang disebut stimulator mengirim aliran listrik untuk menggetarkan jarum di tubuh Mariskoti. "Sejak dua tahun terakhir saya mengandalkan akupunktur untuk meredakan serangan vertigo," katanya.

Akupunktur juga memikat Bustanul Arifin (28), mahasiswa S-2 Jurusan Biomedis dan Jurusan Manajemen Rumah Sakit, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia kini kerap menjalani terapi akupunktur justru karena dirinya sedang berguru di Klinik Akupunktur dan Akupresur CD Bethesda.

Siang itu, Bustanul menjalani terapi akupunktur untuk mengurangi kegemukan. Sejumlah jarum ditusukkan ke perutnya, juga sisi luar betisnya. Bustanul menakar sendiri derasnya aliran listrik dari stimulator ke-12 jarum di sekujur tubuhnya. Kengerian melihat jarum di sekujur tubuh Bustanul sirna karena dia terus bergurau dengan Henri yang membimbingnya.

Bustanul tertawa saat ditanyai mengapa paramedis semakin tertarik akupunktur. "Bagaimana paramedis tidak meminati akupunktur kalau semakin banyak jurnal ilmiah kedokteran di luar negeri yang membahas manfaat akupunktur?" Bustanul balik bertanya.

Dengan biaya kursus akupunktur Rp 8,25 juta per 10 bulan, tidak heran Klinik Akupunktur dan Akupresur CD Bethesda selalu diantre calon anak didik. Peminatnya bisa mencapai 60 orang per pembukaan masa pendidikan akupunkturis, padahal daya tampung Diklat Akupunktur CD Bethesda hanya 15 orang per angkatan.

Akupunkturis yang juga Kepala Irjal RS Bethesda dr Yanti Wulandari membeber bagaimana dunia kedokteran semakin membuka diri terhadap akupunktur. Kini akupunktur melengkapi pengobatan medis dan fisioterapi pasien.

"Sudah lazim kalau dokter spesialis saraf merujuk pasien stroke menjalani terapi akupunktur. Dengan akupunktur, pemulihan pasien stroke berjalan lebih cepat. Akibatnya, rentang waktu pengobatan medis bisa dipersingkat, begitu juga masa fisioterapi," kata Yanti.

Minat orang terhadap akupunktur pun kian meningkat. Kini, semakin banyak pasien RS Bethesda datang meminta terapi akupunktur. "Saya juga membuka praktik dokter umum yang setiap hari menerima 25-30 pasien. Sejumlah 10-15 orang di antaranya menjalani terapi akupunktur," kata Yanti.

Biaya terapi akupunktur yang dipatok Yanti berkisar Rp 100.000 pada terapi pertama, dan Rp 60.000 pada terapi berikutnya.

Terapi lintah
Jenni B Ultrisza yang sehari-hari bekerja sebagai dokter gigi juga tertarik pada pengobatan alternatif. Selama praktik, dia sering menjumpai pasien menderita penyakit gula darah atau darah tinggi parah. Pasien dengan penyakit seperti itu tidak boleh dicabut giginya sampai gula darah atau tekanan darahnya turun.

Akhirnya, Jenni menawarkan kepada pasiennya untuk mencoba terapi lintah yang Jenni kuasai. Sehari setelah diterapi lintah, tekanan darah dan gula darah beberapa pasien turun sehingga Jenni bisa mencabut gigi mereka.

Dari situ, Jenni menyediakan tempat khusus terapi lintah di kliniknya, Qonita Dentistika Plus,  Jalan Rawa Buntu Utara Raya, Bumi Serpong Damai, Tangerang, Banten, setahun terakhir. Kegiatan terapi dilakukan asistennya jika dia sibuk. Biayanya bergantung jumlah lintah yang digunakan. Umumnya sekitar Rp 200.000 sekali terapi.

Jenni mengenal terapi lintah ketika mengobati penyakit darah tinggi suaminya yang kian parah. Beberapa kenalan menyarankan agar suami Jenni menjalani terapi lintah. "Saya pikir, kenapa tidak. Akhirnya kami mencoba tahun lalu. Setelah diterapi beberapa kali, tensi darahnya pun turun dari 140-150 menjadi 120-an. Dia juga sudah bisa nyetir sendiri ke mana-mana," kata Jenni.

Cara kerja terapi ini sebenarnya seperti orang donor darah. Darah berikut racun-racun yang terkandung di dalamnya disedot lintah, kemudian tubuh memproduksi sel darah baru. Dengan demikian, tubuh akan lebih segar.

Jenni sendiri akhirnya tertarik mencoba terapi lintah untuk mengobati penyakit tekanan darah rendahnya. Setelah terapi, dia merasa tidak mudah lelah dan pusing. "Dulu kerja sampai jam 12 malam langsung pusing, sekarang tidak," ujarnya.

Jenni melihat pengobatan medis dan alternatif tak perlu dibenturkan. Dalam pandangan Jenni, upaya berobat bisa ditempuh dengan berbagai cara, mulai dari pengobatan secara medis, pemijatan, herbal, jus, hingga terapi lintah. "Yang penting kan sembuh," ujar Jenni. (Budi Suwarna)

Berita pada Koran Kompas bisa di lihat disini : http://health.kompas.com/read/2011/12/04/11175120/Dari.Penjara.untuk.Penyembuhan

Berita kedua sebagai berikut :

TANAH ABANG (Pos Kota) –  Selembar surat wasiat mengungkap kemelut rumahtangga suami istri yang hidup miskin di Jalan Jati Bunder, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Surat bernada memelas ini ditulis sang suami yang mengakhiri hidup dengan cara gantung diri, Sabtu (3/12) pagi.
Isi surat wasiat itu antara lain, “ Mendingan saya mati daripada kamu nikah dengan lelaki lain. Nanti merecoki diri kamu sendiri.” Surat yang ditulis tangan oleh Cardijah, 38, ini disita petugas Polsek Tanah Abang, sebagai bukti bahwa Cardijah tak sanggu menanggung beban hidup hingga nekat bunuh diri.
Keterangan yang didapat, beberapa bulan terakhir ini, Cardijah dan Ny. Noval kerap bertengkar. Persoalannya, masalah ekonomi. Cardijah tidak punya pekerjaan tetap. Bagi Noval, mereka butuh biaya untuk menghidupi tiga anaknya yang masih kecil.
Beberapa hari lalu, pertengkaran mencapai puncaknya. Mungkin tidak tahan hidup miskin bersama suami, Ny. Noval angkat meninggal rumah kontrakan sederhana, bersama seorang anaknya. Kepergian istri dan anaknya, membuat Cardijah putus asa. Menurut tetangga, Cardijah kerap melamun di pintu rumahnya. Akhirnya, jalan pintas pun diambil. Cardijah gantung diri.
Kematian Cardijah diketahui oleh adiknya Dede, 37. Sekitar pukul 05.30. Dede menemui Cardijah karena ada keperluan. Ketika sampai di kontrakan, ia kaget saat mendapati korban sudah tergantung di jendela kamar lantai dua. Dede kemudian teriak minta tolong.
Petugas Polsek Tanah Abang dan Polres Jakarta Pusat yang memeriksa lokasi kejadian, selain menyita selembar surat wasiat yang ditemukan di saku celana korban, juga mengamankan tali tambang yang digunakan Cardijah menjerat lehernya.
“Saya tidak menyangka Cardijah nekat,” keluh Dede, di rumah kontrakan.
HIDUP MISKIN
Rumah kontrakan korban sangat jelek dan kotor. Dapur dan tempat tidur menyatu. Di ranjang yang reot, ada kasur lusuh. Di bawah ranjang, ada beberapa lembar pakaian kotor. Sedangkan   di depan dapur ada kamar mandi kecil. Rumah kontrakan berukuran 3×4 meter itu disewa pasangan ini seharga Rp 200 ribu per bulan.
Menurut Dede, kakaknya nekat melakukan bunuh diri karena stres berat sejak ditinggal kabur istrinya. “Sejak saat itu kakak saya malas-malasan mencari napkah. Bahkan terkadang sering tidak makan dan suka termenung di dalam kamar,” kata Dede.
Sejak tinggal di Jakarta, pria asal Indramayu, Jawa Barat, memang sudah terbebani kebutuhan hidup yang tinggi. Karena tidak sanggup lagi membiayai hidup keluarga, dua putranya dititipkan pada bibinya di Indramayu.
“Mereka sering ribut. Untuk bayar kontrakan saja sangat sulit. Mungkin itu pula yang membuat istrinya pergi dari rumah,” tandas Dede.
Kapolsek Tanah Abang, AKBP JR Simamora, Sik, yang menyambangi tempat kos korban merasa prihatin dengan kehidupan Cardijah. “Saya ikut prihatin atas kasus yang menimpa korban,” ujarnya. (silaen/dny/st/r)


Dan berita pada Koran Poskota bisa di lihat disini : http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2011/12/03/tak-tahan-hidup-miskin-istri-minggat-suami-gantung-diri

Setelah sudah membaca dari koran kompas dan koran poskota tersebut maka terlihat penulisan dan penggunaan kata katanya dari masing masing koran dan sekarang kita akan membahasnya.Dulu kita membaca koran poskota masih ada penggunaan kata yang kurang baik seperti nongol,bego,senggol,dll.Sekarang dengan berkembangnya jaman dari sisi bahasanya poskota sudah memperbaiki itu semuanya dan sekarang bahasa-bahasa yang digunakan sudah baik.Berbeda dengan koran kompas yang dimana dari dulu dia sudah menggunakan kata-kata dan penulisan bahasa yang baik.Akan tetapi sekarang semua media masaa tersebut sudah menggunakaan kata kata yang baik dalam penulisannya dan bisa di katakan tidak ada yang membedakan antara koran murahan dan koran yang lebih mahal.Antara koran berharga Rp. 1000,- dan berharga Rp. 3000,- s/d Rp. 4000,- jika di lihat dari penulisannya semuanya sudah baik dan universal.Dalam koran kompas penulisan dan penggunaan katanya sudah sanngat baik tidak ada kata-kata yang kuran sopan atau penulisan bahasa indonesia yang salah.Dan begitu juga pada koran poskota disan tidak ada lagi kata-kata yang senonoh seperti bunting,nongol,dll semua penggunaan katanya sudah baik.Dalam Koran Kompas dan Koran Poskota ini EYD yang di gunakan sudah sangat baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar